Senin, 23 Desember 2013

Media Sosial, Ancaman bagi Media ‘Mainstream’?

Media Sosial, Ancaman bagi Media ‘Mainstream’?, Jakarta, Media mainstream atau konvensional saat ini menghadapi tantangan dari media sosial (social media). Kecepatan informasi dari media sosial biasanya lebih cepat dibandingkan dengan media mainstream, seperti koran, televisi, dan radio. CEO Kelompok Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo menjelaskan masyarakat saat ini menginginkan informasi yang lebih dinamis, interaktif, dan ingin tahu lebih banyak dari yang disediakan oleh media mainstream. “Dulu informasi bersifat pasif. Pengusaha media menggelontorkan informasi hanya satu arah. Sekarang konsumen tidak mau seperti itu, harus lebih interaktif seperti di social media,” kata Agung saat diskusi “Media Literasi Para Era Digital, Kontradiksi antara Jurnalisme dan Sosial Media oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) di Hotel Pullman Thamrin Jakarta, Kamis (12/7/2012). Dengan keinginan masyarakat menginginkan informasi yang semakin beragam, bahkan harus lebih cepat dibanding media sosial (baik Facebook maupun Twitter), maka pengusaha media harus menyesuaikan bisnis media mainstream dengan media sosial. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan cara membuat media mainstream menjadi lebih interaktif, lebih instan (dengan kecepatan tanpa mengorban akurasi), lebih mudah diproses (didistribusikan melalui media sosial), dan lebih bervariasi (diperkaya dengan gambar foto dan warna). Mereka tidak bisa melawan arus dengan adanya social media ini. Justru dengan social media tersebut, mereka dituntut harus lebih kreatif untuk menciptakan konten yang berkualitas. Sebenarnya, kata Agung, tidak ada gunanya untuk memperdebatkan apakah bisnis media cetak atau media mainstream lainnya akan mati dengan adanya media sosial. Karena dua jenis media ini harus saling melengkapi untuk saling memberikan informasi kepada masyarakat. Pemimpin Redaksi Detikcom, Budiono Darsono menambahkan pihaknya tidak mengingkari bahwa media sosial akan menjadi ancaman bagi media mainstream. “Namun social media akan menjadi ancaman atau tidak, itu tergantung media mainstream-nya. Justru seharusnya social media harus dipakai untuk memperkuat media mainstream,” kata Budi. Selama ini kekuatan media mainstream adalah kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan oleh jurnalis. Sedangkan, media sosial adalah sebuah jejaring sosial yang sistemnya seperti percakapan biasa. “Di sini social media perlu konfirmasi untuk kebenaran berita atau informasi yang ditulisnya,” tambah Budi. Chief Editor PlazaMSN, Wicaksono menambahkan media mainstream tidak akan dilepaskan dari perkembangan internet. Selama ini internet menjadi sumber informasi apapun dari masyarakat di seluruh dunia. Ini perkembangan zaman yang harus diantisipasi oleh media mainstream. Bagaimanapun content is the king. But distribution (melalui social media) is the Kingkong. Artinya harus ada simbiosis mutualisme agar bisa saling mendukung agar bisnis mainstream tidak mati.


0 komentar

Posting Komentar